Bentuk dari seorang murid bahwa dia selalu memelihara dalam beribadah kepada Allah swt., dan dalam bergaul dengan kekasih-kekasih-Nya, serta dengan saudara-saudaranya yang lain. Maka hendaklah dia tidak membolehkan dirinya sedikitpun untuk melakukan perbuatan Yang jelek.
syekh Abu Ali ad-Daqqoq ra. berkata: "Hamba dengan ibadahnya akan dapat sampai kepada surga, akan tetapi dia tidak akan sampai ke hadirat Tuhannya. Kecuali dengan selalu memelihara adabnya dalam beribadah kepada-Nya. Barangsiapa yang belum memelihara adabnya dalam ketaatan ibadahnya, maka dia akan terhijab sebanyak tujuh puluh hijab dari Tuhannya".
Dan adalah beliau (ad-Daqqoq) dalam beribadah kepada Allah tidak pernah bersandar kepada sesuatu apapun dari bantal ataupun dinding, kecuali beliau lakukan hal itu hanya dalam keadaan terpaksa. Dan beliau menyatakan bahwa hal ini (bersandar kepada sesuatu dalam beribadah) termasuk bagian dari kejelekan adab.
Abdullah bin al-Jala ra. berkata: "Barang siapa yang tidak beradab, maka tidak ada syari'at baginya, tidak pula keimanan dan tauhid baginya. Artinya, tidak sempurna syari'ahnya, keimanannya, dan ketauhidannya."
Ibnu Atha'illah ra. berkata: "Seorang murid tidak akan beradab sehingga ia malu kepada Allah untuk menjulurkan kakinya dalam beribadah kepada-Nya, baik pada saat malamnya ataupun siangnya.''
Syekh Al-Hariri ra. berkata: "Aku tidak pernah menjulurkan kakiku dalam kholwatku semenjak 20 tahun". Dan juga beliau berkata: "Adab dalam beribadah kepada Allah itu adalah sangat utama sekali dalam setiap perkara, yaitu bagi siapa yang memiliki akal. Mengenai adab dalam ibadah ini memang tidak ada penegasan syar'i yang tegas tentangnya, yaitu dalam segala perkara ibadah.
Bentuk dari seorang murid hendaklah ia memperhatikan sandaran adabnya kepada syekhnya, yaitu dengan cara mengasihinya atau mencintainya. Karena barang siapa yang belum mencapai kecintaan kepada syekhnya dikarenakan terpengaruh oleh kecenderungan nafsunya, maka dia tidak akan sukses dalam menempuh jalannya. Karena kecintaan kepada syekh itu merupakan suatu martabat dalam tahapan membiasakan diri (martabat adman), yang akan meningkat kepada martabat ma 'rifat kepada Alloh Swt.
Dan barangsiapa yang tidak mau menjadikan syekhnya sebagai perantara untuk sampai kepada Allah Swt., padahal para syekh itu termasuk ke dalam kumpulan mata rantai yang bersambung kepada Rosululloh saw., maka dia adalah seorang munafiq, dan orang munafiq itu nanti di akhirat akan bertempat di bawah keraknya neraka.
Ulama' tarekat telah bersepakat, bahwa sebagian sifat murid yang benar dalam mencitai syekhnya adalah bahwa dia selalu bertaubat dari segala dosa yang telah ia lakukan dan bersih dari segala aib. Maka barangsiapa yang masih menodai dirinya dengan dosa, lalu mengaku bahwa dia mencintai syekhnya, maka dia adalah seorang pembohong yang besar. Oleh karena itu, sebagaimana murid tidak mencintai syekhnya, maka begitu pula syekhnya kepàdanya. Bila syekhnya tidak mencintainya, maka Allah pun tidak akan mencintainya.
Allah Swt. berfirman dalam Al-Qurtan yang artinya:
"Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertaubat dan orang-orang yang mensucikan (diri)." (QS.Al-Baqarah:222).
Juga dalam firman-Nya yang artinya:" Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan ." (QS. Qoshosh:27).
Juga dalam firman nya:" sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong lagi berbangga diri."(Qs.Annisa:36).
Juga dalam firman nya:" Sesungguhnya Allah tidak pernah meridhoi tipu daya orang -orang yang berkhianat.".(Qs. Yusuf:52).
Wallahulmuafik ilaa aqwamithorik,,,
Post a Comment
Post a Comment